Saya dapat lagu ini dari teman saya yang sedang galau beratttt. Dia baru saja dibombardir oleh teman-teman yang lain dengan segala jenis "hadiah" yang membuatnya makin galau, biar nangis sekalian (pertemanan macam apa ini??). Lagunya bagus, dan benar-benar.... mewek, 100% cinta-cintaaan. Jadi buat yang suka dengan lagu ini dan pengen sing along, tapi kepentok dengan beberapa lirik yang kurang jelas, silahkan. Kalau ada teman-teman lain yang kupingnya lebih tajam dan ingin merevisi bisa gunakan fasilitas komen.
Menulis Cinta
Karya: Dian HP dan Ubiet
You ask me to write down the word love
I didn't know the first letter nor the rest
I took the entire alphabet upside down
But graves merely fraud words
Don't ask me to write down love anymore
These letters of mine isn't enough
Do not even suffice for your name
Because love is you
Whom I can not sight
Except in my heart beat
Kau minta aku menulis cinta
Aku tak tahu huruf apa yang pertama dan seterusnya
Ku bolak-balik seluruh abjad
Kata-kata cacat yang kudapat
Janganlah lagi minta aku menulis cinta
Huruf-huruf ku tak tahu
Bahkan tak cukup untuk namamu
Sebab cinta adalah kau
Yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut
Janganlah lagi minta aku menulis cinta
Huruf-huruf ku tak tahu
Bahkan tak cukup untuk namamu
Sebab cinta adalah kau
Yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut
Selamat Sing Along!! Resiko ditanggung sendiri... :p
Rabu, 06 April 2011
Minggu, 03 April 2011
Uang Juga Bisa Membuktikan Cinta
Kata orang, uang tidak bisa mengukur cinta. Tapi menurut saya belum tentu. Memang uang nggak bisa membeli perasaan orang lain, tapi tetap bisa membuktikan cinta.
Katakanlah ada orang pertama bernama A dan ada orang kedua bernama B. Mereka berdua bersaing untuk merebut cinta seorang pria/wanita bernama C. Suatu hari A datang dengan sebuah perhiasan/pakaian mahal yang menurutnya bisa membuat semua wanita terlihat cantik. Beberapa saat kemudian, datang B dengan membawa sekotak makanan kesukaan anda yang dia buat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya pada C?
Menurut saya, B adalah yang bijak dan romantis. Dia tahu persis bahwa makanan yang dibuat dengan cinta akan terasa enak. Tetapi B belum tentu yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya. Kenapa? Bila ditambahkan informasi bahwa B adalah seorang koki handal, dan makanan yang dia buat tidak pernah tidak enak, sedangkan A adalah seorang pegawai rendahan yang gajinya tidak mungkin lebih dari sepersepuluh harga pakaian/perhiasan yang dia beli. Mana sekarang yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?
Saya beri contoh kedua. Katakanlah C adalah seseorang yang sangat membenci serangga dan sangat suka seni rupa. A adalah seorang pecinta serangga, dan punya ribuan koleksi serangga di rumahnya. B adalah seorang pematung kayu yang biasa menerima pesanan pahatan potret diri. Pada ulang tahun C, A datang membawa satu koleksi kupu-kupu langka terindah yang pernah ia temukan. B datang membawa patung potret diri C yang dia pahat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?
Sama seperti sebelumnya, B mungkin lebih klop dan mengerti betul bagaimana membuat C senang. Tapi apa dia yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya? Menurut saya belum tentu.
Ya, sebenarnya tidak masalah juga bila seseorang bilang kalau B yang lebih mengerti C, maka itu dia layak mendapat cintanya, tapi ada perspektif lain yang berbeda dengan perspektif egosentris yang umum digunakan manusia. Perspektif itu saya sebut pengorbanan. Pada kisah pertama, A memberikan sesuatu yang diluar dari kemampuannya. Memang benda itu adalah harta, yang terbeli dan bisa diukur dengan nominal uang, tapi harta itu sendiri adalah hal yang paling berharga dan paling sulit dia dapatkan ia dapatkan dalam hidupnya. Pada kisah kedua, A memberikan sesuatu yang dibenci oleh C, tapi serangga yang diberikannya adalah benda yang paling berharga baginya, sesuatu yang ia dapatkan dari kombinasi jerih payah, peruntungan, dan kesabaran.
Dengan menggunakan perspektif ini, kita bisa melihat nilai sejati dari sesuatu, suatu nilai yang seringkali terlupakan. Jika anda ingin melihat nilai sejati dari suatu pemberian, lihat nilai pemberian itu dari mata mereka yang memberikan. Dalam waktu beberapa hari sampai beberapa tahun, seseorang bisa saja mempelajari kesukaan dan ketidaksukaan anda, tapi tidak semua orang dalam seumur hidupnya sempat mengerti bagaimana bahagianya berkorban untuk orang yang dicintainya.
PS:
Artikel ini sebenarnya tulisan saya di blog lain, namun saya pindahkan ke sini karena temanya lebih tepat di sini.
Katakanlah ada orang pertama bernama A dan ada orang kedua bernama B. Mereka berdua bersaing untuk merebut cinta seorang pria/wanita bernama C. Suatu hari A datang dengan sebuah perhiasan/pakaian mahal yang menurutnya bisa membuat semua wanita terlihat cantik. Beberapa saat kemudian, datang B dengan membawa sekotak makanan kesukaan anda yang dia buat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya pada C?
Menurut saya, B adalah yang bijak dan romantis. Dia tahu persis bahwa makanan yang dibuat dengan cinta akan terasa enak. Tetapi B belum tentu yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya. Kenapa? Bila ditambahkan informasi bahwa B adalah seorang koki handal, dan makanan yang dia buat tidak pernah tidak enak, sedangkan A adalah seorang pegawai rendahan yang gajinya tidak mungkin lebih dari sepersepuluh harga pakaian/perhiasan yang dia beli. Mana sekarang yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?
Saya beri contoh kedua. Katakanlah C adalah seseorang yang sangat membenci serangga dan sangat suka seni rupa. A adalah seorang pecinta serangga, dan punya ribuan koleksi serangga di rumahnya. B adalah seorang pematung kayu yang biasa menerima pesanan pahatan potret diri. Pada ulang tahun C, A datang membawa satu koleksi kupu-kupu langka terindah yang pernah ia temukan. B datang membawa patung potret diri C yang dia pahat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?
Sama seperti sebelumnya, B mungkin lebih klop dan mengerti betul bagaimana membuat C senang. Tapi apa dia yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya? Menurut saya belum tentu.
Ya, sebenarnya tidak masalah juga bila seseorang bilang kalau B yang lebih mengerti C, maka itu dia layak mendapat cintanya, tapi ada perspektif lain yang berbeda dengan perspektif egosentris yang umum digunakan manusia. Perspektif itu saya sebut pengorbanan. Pada kisah pertama, A memberikan sesuatu yang diluar dari kemampuannya. Memang benda itu adalah harta, yang terbeli dan bisa diukur dengan nominal uang, tapi harta itu sendiri adalah hal yang paling berharga dan paling sulit dia dapatkan ia dapatkan dalam hidupnya. Pada kisah kedua, A memberikan sesuatu yang dibenci oleh C, tapi serangga yang diberikannya adalah benda yang paling berharga baginya, sesuatu yang ia dapatkan dari kombinasi jerih payah, peruntungan, dan kesabaran.
Dengan menggunakan perspektif ini, kita bisa melihat nilai sejati dari sesuatu, suatu nilai yang seringkali terlupakan. Jika anda ingin melihat nilai sejati dari suatu pemberian, lihat nilai pemberian itu dari mata mereka yang memberikan. Dalam waktu beberapa hari sampai beberapa tahun, seseorang bisa saja mempelajari kesukaan dan ketidaksukaan anda, tapi tidak semua orang dalam seumur hidupnya sempat mengerti bagaimana bahagianya berkorban untuk orang yang dicintainya.
PS:
Artikel ini sebenarnya tulisan saya di blog lain, namun saya pindahkan ke sini karena temanya lebih tepat di sini.
Senin, 28 Maret 2011
Aku Benar-Benar Butuh Candu
Aku benar-benar butuh candu
Ketika semua asa runtuh dan enggan berdiri
Ketika simpul terasa dalam debar dada
Ketika hirup-hela tidak lagi melegakan
Aku benar-benar butuh candu
Menelusupkan harap dan kekuatan
Mengurai belenggu kesendirian
Mengalirkan kesejukan tawa tulus
Aku benar-benar butuh candu
Resap ke setiap titik tubuh
Jiwa dari segenap tekad
Utama bagi seluruh artiku
Aku benar-benar butuh candu
Menghapus sesal akan kelemahan
Membakar keberanian luar biasa
Menyeret hanyut pada bahagia
Aku benar-benar butuh candu
Jawaban atas penantian
Hadiah dari kesabaran
Anugerah nyata akan setitik kepercayaan
Aku butuh kau
Ketika semua asa runtuh dan enggan berdiri
Ketika simpul terasa dalam debar dada
Ketika hirup-hela tidak lagi melegakan
Aku benar-benar butuh candu
Menelusupkan harap dan kekuatan
Mengurai belenggu kesendirian
Mengalirkan kesejukan tawa tulus
Aku benar-benar butuh candu
Resap ke setiap titik tubuh
Jiwa dari segenap tekad
Utama bagi seluruh artiku
Aku benar-benar butuh candu
Menghapus sesal akan kelemahan
Membakar keberanian luar biasa
Menyeret hanyut pada bahagia
Aku benar-benar butuh candu
Jawaban atas penantian
Hadiah dari kesabaran
Anugerah nyata akan setitik kepercayaan
Aku butuh kau
Rabu, 15 September 2010
Petuah Tua yang Terlupakan
Libur seharian tanpa ke mana-mana membawa saya bertemu dengan film ini. Sekilas, The Book of Eli hanyalah sebuah buku yang berisi kisah tentang seseorang yang kesepian dan bertualang di tengah dunia yang sudah hancur karena suatu bencana raksasa. Setelah ditonton, ternyata isinya tentang……. seseorang yang bertualang di tengah dunia yang hancur. Kisahnya memang biasa, namun “emas” dalam film ini bukan kisahnya, melainkan petuah-petuah tua yang terlupakan.
Sang pemeran utama, Eli, mendapat wangsit untuk melakukan perjalanan ke barat untuk mengantar sebuah buku yang sangat langka dan berharga. Dalam perjalanannya, Eli menghadapi banyak rintangan, terutama dari Carnegie, seorang pemimpin kelompok manusia tak beradab, yang bermimpi menciptakan dunia baru dengan bermodalkan rahasia 3 titik mata air di muka bumi (air bersih di dunia yang hancur itu hampir setara dengan emas pada zaman kita) dan buku yang akan dihantar Eli tersebut. Setelah melalui pelarian panjang dari kejaran Carnegie, Eli akhirnya menyerahkan buku tersebut demi menyelamatkan seorang wanita, Solara, yang menjadi teman perjalanannya sejak dari markas Carnegie. Eli ditembak, dan Solara ditawan. Untung saja Solara berhasil melarikan diri dan kembali mencari Eli yang ditinggalkan dalam keadaan terluka. Ternyata Eli sudah tidak ada di tempat ia ditinggalkan. Akhirnya Solara menemukan Eli sedang terus berjalan ke Barat, tanpa buku tersebut. Kalau begitu apa yang harus di antar? Eli ternyata sudah menghafal isi buku tersebut. Setelah mereka sampai di barat, Eli meminta seseorang menuliskan semua yang dia lafalkan, sehingga buku tersebut bisa dicetak ulang. Lalu, apa Carnegie berhasil membangun kembali peradaban manusia dengan buku tersebut? Tidak, karena buku tersebut ternyata tercetak dengan huruf Braille. Eli bisa membacanya karena dia ternyata mata kanannya ternyata buta. Setelah buku tercetak, Eli pun mati, dan Solara berniat kembali ke timur untuk mengajarkan isi buku tersebut ke tempat tinggalnya.
Beberapa twist dalam cerita ini memang menarik, tapi ada yang lebih menarik lagi. Satu pertanyaan yang belum terjawab adalah, “Apa sebenarnya isi buku itu?” Apakah pengetahuan sihir, silat, atau rahasia peradaban modern yang punya kekuatan dashyat? Tidak ketiganya. Buku itu tidak lain adalah Alkitab, kitab suci orang kristiani.
Yang berharga dalam film ini sebenarnya adalah sentilan-sentulan tentang keimanan dan agama yang ada di dalamnya. Film ini memang kisah tentang perjalanan kitab suci umat kristiani, namun nilai yang disampaikan adalah universal. Ada 2 kalimat yang menurut saya menyentil. Pertama adalah, “It doesn’t have to make sense. It’s faith!” Dalam bahasa Indonesia kira-kira berarti, “Memang tidak harus masuk akal. Ini keyakinan!” Ucapan ini terlontar ketika Eli dan Solara sedang berdebat tentang tujuan pasti dari misinya ke barat. Kalimat ini seperti sentilan untuk kaum skeptis yang memandang agama hanya sebuah alat pembodohan dan mobilisasi. Kaum ini biasanya selalu membenturkan agama dengan logika mereka yang terbatas, padahal salah satu konsep ketuhanan, bahwa Tuhan adalah sesuatu yang maha dashyat dan tidak bisa di pahami secara utuh oleh logika manusia yang terbatas, sudah membatalkan tesis mereka sampai ke akar-akarnya. Konsep Tuhan ada bukan karena logika, tapi karena iman.
Sentilan kedua yang saya dapati ketika Solara berkata, “Aku kira kamu tidak akan pernah mengorbankan buku yang sangat berharga itu demi menyelamatkanku.” Eli pun menjawab, “Aku sudah terlalu lama membaca buku itu sampai aku lupa untuk hidup dengan cara yang buku itu ajarkan.”Ini adalah sentilan bagi mereka yang percaya Tuhan, mengikuti ritualnya, dan menyebarkan ajaran Tuhannya ke orang lain, namun gagal untuk hidup sesuai ajaranNya, yaitu hidup dengan mengasihi orang lain dan membawa kedamaian di dunia.
Kitab suci memang sesuatu yang dashyat. Isinya bisa menggerakkan manusia melakukan sesuatu yang bahkan di luar akal sehat. Film ini mengingatkan kita bagaimana besarnya kekuatan keimanan tersebut, dan bagaimana pentingnya isi kitab tersebut untuk menuntun cara hidup manusia, terutama dalam saat-saat sulit. Hanya saja manusia semakin jatuh ke dalam kehebatan logika mereka, dan agama hanya sekedar menjadi potongan kebudayaan manusia yang hanya digunakan sebagai alat untuk mencapai keuntungan pribadi atau sekedar kebudayaan tua yang dilestarikan tanpa makna. Alhasil, tujuan hakiki dari turunnya ajaran tersebut pun kabur.
Sekarang saatnya duduk, refleksi, dan bertanya pada diri kita sendiri. Dari dua kelompok di atas, ada di kelompok manakah kita? Mudah-mudahan tidak keduanya.
Langganan:
Postingan (Atom)