Minggu, 03 April 2011

Uang Juga Bisa Membuktikan Cinta

 Kata orang, uang tidak bisa mengukur cinta. Tapi menurut saya belum tentu. Memang uang nggak bisa membeli perasaan orang lain, tapi tetap bisa membuktikan cinta.

Katakanlah ada orang pertama bernama A dan ada orang kedua bernama B. Mereka berdua bersaing untuk merebut cinta seorang pria/wanita bernama C. Suatu hari A datang dengan sebuah perhiasan/pakaian mahal yang menurutnya bisa membuat semua wanita terlihat cantik. Beberapa saat kemudian, datang B dengan membawa sekotak makanan kesukaan anda yang dia buat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya pada C?

Menurut saya, B adalah yang bijak dan romantis. Dia tahu persis bahwa makanan yang dibuat dengan cinta akan terasa enak. Tetapi B belum tentu yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya. Kenapa? Bila ditambahkan informasi bahwa B adalah seorang koki handal, dan makanan yang dia buat tidak pernah tidak enak, sedangkan A adalah seorang pegawai rendahan yang gajinya tidak mungkin lebih dari sepersepuluh harga pakaian/perhiasan yang dia beli. Mana sekarang yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?

Saya beri contoh kedua. Katakanlah C adalah seseorang yang sangat membenci serangga dan sangat suka seni rupa. A adalah seorang pecinta serangga, dan punya ribuan koleksi serangga di rumahnya. B adalah seorang pematung kayu yang biasa menerima pesanan pahatan potret diri. Pada ulang tahun C, A datang membawa satu koleksi kupu-kupu langka terindah yang pernah ia temukan. B datang membawa patung potret diri C yang dia pahat sendiri. Mana yang menurut anda paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya?
Sama seperti sebelumnya, B mungkin lebih klop dan mengerti betul bagaimana membuat C senang. Tapi apa dia yang paling “All Out” dalam menunjukkan cintanya? Menurut saya belum tentu.

Ya, sebenarnya tidak masalah juga bila seseorang bilang kalau B yang lebih mengerti C, maka itu dia layak mendapat cintanya, tapi ada perspektif lain yang berbeda dengan perspektif egosentris yang umum digunakan manusia. Perspektif itu saya sebut pengorbanan. Pada kisah pertama, A memberikan sesuatu yang diluar dari kemampuannya. Memang benda itu adalah harta, yang terbeli dan bisa diukur dengan nominal uang, tapi harta itu sendiri adalah hal yang paling berharga dan paling sulit dia dapatkan ia dapatkan dalam hidupnya. Pada kisah kedua, A memberikan sesuatu yang dibenci oleh C, tapi serangga yang diberikannya adalah benda yang paling berharga baginya, sesuatu yang ia dapatkan dari kombinasi jerih payah, peruntungan, dan kesabaran.

Dengan menggunakan perspektif ini, kita bisa melihat nilai sejati dari sesuatu, suatu nilai yang seringkali terlupakan. Jika anda ingin melihat nilai sejati dari suatu pemberian, lihat nilai pemberian itu dari mata mereka yang memberikan. Dalam waktu beberapa hari sampai beberapa tahun, seseorang bisa saja mempelajari kesukaan dan ketidaksukaan anda, tapi tidak semua orang dalam seumur hidupnya sempat mengerti bagaimana bahagianya berkorban untuk orang yang dicintainya.

PS:
Artikel ini sebenarnya tulisan saya di blog lain, namun saya pindahkan ke sini karena temanya lebih tepat di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar